Oleh : Khoirul Ahyar, M.H.

(Penghulu KUA Kec. Sungkai Tengah)

Banyak diantara Orang tua menggangap remeh permasalahan Rodoah/persusuan yang salah satu implikasinya para ibu tidak menggunakan moment rodoah dengan sebaik-baiknya, atau bahkan sebagian tidak melaksanakan rodoah baik karena alasan pekerjaan, penampilan, ataupun karena alasan vitalitas ibu. Secara bahasa Rodo’ah berasal dari bahasa arab dari kata Rodo’a yang diartikan dengan “ Syaribat Labana Nafsiha” yang artinya meminum susu dari dirinya. Sedang secara istilah dapat diartikan sampainya air susu kepada anak, baik melalui puting seorang ibu, atau melalui sedotan/pipet, ataupun melalui gelas atau sejenisnya.

Salah satu dasar hukum Rodoah adalah firman Allah SWT dalam Q.s. Al Baqoroh: 233. Yang berdasarkan ayat tersebut para Mufassir menyatakan hukum Rodo’ah sebagai berikut:

  1. Wajib; Pendapat ini salah satunya dikemukanan oleh Muhammad Mutawalli As Sa’rowi Dalam Kitab Tafsirnya, Tafsir As Sa’rowi Bahwa kata “Yurdikna” mempunyai arti “Amron Mafrudhon” yaitu perintah mutlak kepada orang untuk menyusui anak meskipun keduanya telah bercerai. Dan Allah SWT menggunakan kalimat perintah karena menginginkan untuk ditaati dan melanggarnya adalah bagian bermaksiat kepaa Allah. Sedang mengapa Allah Menggunakan amr dalam bentuk Khobariyah karena perkara yang menjadi khitobnya adalah perkara lumrah, Tobii/tabiat manusia pada umumnya.
  2. Sunah; Hukum ini dikemukakan salah satunya oleh Al-Alawi Harori Asy Syafi’i dalam kitab tafsirnya Tafsir Khadaiqi Roukhi War Roikhan mengatakan bahwa ayat tersebut adalah Nadab (anjuran) yakni bagi ibu yang ditalak untuk menyusui dan menjaga anaknya dan memperhatikan pertumbuhanya. Demikian juga menurut Ibnu Katsir kalimat “Yurdikna” adalah “Li Irsad” atau Petunjuk.

Adapun kalimat lain yang menjadi dalil tidak mewajibnya orang tua/ibu untuk menyusui anaknya adalah lafal  selanjutnya, berbunyi “Fain Ardho’na Lakun Fa’tu Ujurohunna” maka jika seandainya menyusui adalah wajib maka sungguh ayat tersebut tidak akan mengatakan untuk mendatangkan bayaran (karena cukup diganjar diakhirat dengan azab karena meninggalkan perintah).

TAKLIF RODOAH

Permasalahan Taklif atau tanggungjawab Rodoah juga menjadi penyebab mengapa sebagian orang tua tidak melaksanakan rodoah, yang mana mereka tidak faham letak penanggungjawab pelaksanaan Rodoah tersebut. Menurut Al-Qurtubi taklif Rodoah berpijak pada kata ‘Yurdikna’ yang mengandung beberapa makna yaitu: Pertama, kalimat Khobar yang bermakna wajib, ditujukan kepada para ibu.  Kedua, bermakna sunah untuk sebagian kaum ibu dengan kondisi tertentu, Ketiga, sebagai ayat yang menunjukkan pensyariatanya. Oleh karena itu tidaklah salah jika tanggungjawab rodoah ada ditangan kaum ibu.

Akan tetapi menurut pendapat lain diantaranya Abi Farji Jamaludin abdi Rohman dalam kitab Tafsirnya Zadul Masir Fi Ilmi Tafsir menyatakan bahwa kata Yurdi’na adalah lafazd khobariyah dengan makna amr yang ditujukan kepada ayah bukan ibu. Hal ini diperkuat dengan lafad “Faktu Ujurohunna” jika senadainya kewajiban ditangan ibu maka sungguh Al-Quran tidak akan menuntutkan bayaran.

Demikian juga menurut Al-Alawi Harori dalam kitab tafsirnya, Tafsir Khadaiqi Roukhi War Roikhan letak kewajiban penyusuan ada di ayah adalah dengan lafazd “ Wa Alal Mauludi Lahu” yang artinya “Dan kewajiban ayah memberi …”. Ayat ini sekaligus dalil bahwa bayi adalah anak/bernasab dari seorang ayah dan bukan dari seorang ibu. Maka kewajiban nafkah dan penyusuan dibebankan kepada ayah.

Lebih lanjut At-Tobari menyatakan bahwa maksud ‘Yurdi’na Auladahunna’ adalah ibulah yang paling berhak untuk menyusui anak-anaknya. Akan tetapi itu bukan kewajiban yang dibebankan Allah kepada mereka, Jika sang anak masih mempunyai ayah dan mampu, sebagaimana Firman Allah SWT Q.s. At-Tolak ayat 6.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa taklif atau tanggungjawab Rodoah/ pernyusuan anak ada ditangan seorang ayah. Yakni tanggungan untuk mengusahakan penyusuannya, baik dengan bantuan ibu kandung sang anak, ataupun dengan membayar orang lain.

WAKTU RODOAH

Waktu Rodo’ah menurut Al Maroghi antara 6 bulan sampai dua tahun. Bahwa kalimat ‘khaulain’ adalah takid tentang penyusuan dan petunjuk waktu penyusuan. yakni bahwa waktu dua tahun adalah penunjuk akan kebutuhan bayi. Karena seorang bayi/anak akan mendapati makanan terbaiknya dalam waktu yang cukup. Namun boleh memutus penyusuan sebelum dua tahun jika orang tua mampu menyediakan makanan yang cukup untuk si anak. Q.s. Al Baqoroh: 233 juga menegaskan batas minimal penyusuan yaitu selama enam bulan.

Menurut Abu Zahroh penyusuan dua tahun dikarenakan susu ibu adalah makanan bayi,  sedang dua tahun sendiri menunjukkan sifat sempurnanya, sekaligus sebagai batas akhir kesempurnaan penyusuan. Kalimat tersebut adalah bentuk perincian waktu penyusuan, sehingga menyusuan 1 bulan atau 2 bulan adalah bukan bentuk pengurangan terhadap masa penyusuan. dan Allah SWT juga menegaskan sifat penyusuan yang baru sempurna jika telah 2 tahun.

MANFAAT RODOAH

  1. Makanan Pertama Bagi Bayi: Menurut Abu Zahroh faedah perintah Allah SWT dalam Al-Quran kepada ibu tersebut adalah karena air susu adalah makanan alami (tabiat) bagi anak, untuk tumbuh kembangnya, dan pengganti makanan bulan pertamanya yang baik setelah makananya diperut ibunya.
  2. Mencukupi Kebutuhan Pangan Dan Gizi Terbaik Anak: sebagaimana yang dinyatakan oleh menurut Al-Maroghi bahwa dengan air susu ibu seorang bayi akan mendapati makanan terbaiknya. Dan bahwa air susu ibu adalah yang terbaik untuk anaknya serta karena seorang anak terbuat dari darahnya.
  3. Pembentuk Kekuatan Fisik Anak: menurut Al-Maroghi bahwa air susu itu akan mempengaruhi badanya, akhlaknya dan adab-adabnya. Dan air susu tersebut akan mempengaruhi tindakan dan cara berpikirnya dengan pengaruh yang sangat kuat. yakni pengaruh terhadap badanya yang meliputi sifat badanya, suara, akal, rambut dan lain sebagainya.
  4. Menyiapkan Kemandirian Tumbuh Kembang Pada Bayi: Menurut Abu Zahroh Waktu persusuan atau usia dua tahun adalah ibrah bahwasanya bayi telah mencapai umur yang siap mandiri (dari air susu ibu), dan siap untuk tumbuh. Dan siap berganti makanan, dan mampu untuk tumbuh kuat, dan tahu kebutuhan badanya. Dari yang awalnya dia masih lemah tidak tahu/ tidak mampu makan kecuali air susu saja. Kemudia beranjak memakan makanan yang lain meskipun sedikit, sehingga merasa cukup atau tidak butuh dari air susu ibunya.
  5. Menyempurnakan Kasih Sayang : hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Harori As-Syafi’i bahwa air susu ibunya jauh lebih baik dari pada air susu ibu yang bukan kandung karena akan menyempurnakan kasih sayiang atas anak. Dan ketika dia menyususi anaknya maka dia akan paham dengan kesehatanya dan akhlaknya. Agama memberikan petunjuk bahwa penyusuan adalah sebab kasih sayang, yang menyebabkan hubungan sebagaimana hubungan darah.
  6. Media Mendidik anak : menurut Al Alawi Harori Asy Syafi’i bahwa mendidik anak dengan air susu ibunya jauh lebih baik dari pada dengan air susu ibu yang bukan kandung serta akan menyempurnakan kasih sayang atas anak.

Menyalurkan Tabiat Umum Manusia /Ibu : hal tersebut diketahui dari penggunaan Amer menggunakan  sighoh khobariyah karena memberikan isyarah kewajiban menyusui datang sesui pembawaan Ibu (fitrah), dan memang sesuai dengan tabiat kaum ibu. Dan mereka menyusui bukan karena perintah pihak luar. Dan menurut Abu Zahroh dan agar ibu menjalankan fungsinya sebagai ibu.

Bagikan ke: