Oleh H.A. JURAIDI, MA*
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (١)
Artinya: “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Isra’: 1)
Sebagaimana kita maklum bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa irrasional yang menakjubkan, sehingga wajar Allah yang Maha Mengetahui menceritakan peristiwa tersebut dengan kalimat Tasbih, سُبْحَانَ artinya Maha Suci (Allah). Maha suci dari sifat lemah, Maha Suci dari ketidakmampuan, Maha Suci dari sifat-sifat negatif lainnya. Allah mampu berbuat apa saja diluar batas akal pikiran manusia. Peristiwa Isra’ Mi’raj bukan berada dalam wilayah akal pikiran manusia, tetapi harus disikapi dengan pendekatan keimanan.
Orang-orang yang beriman meyakini bahwa peristiwa dahsyat Isra’ Mikraj itu benar adanya, dan tentu mempunyai tujuan yang sangat penting untuk kehidupan umat manusia. Apakah tujuan Isra’ Mi’raj? Di antaranya adalah sebagai berikut:
- Disebutkan dalam ayat 1 Surah Al-Isra’ : لِنُرِيَهُ مِنْ اياتِنا Allah hendak memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaranNya. Dengan diperlihatkan secara langsung sebagian tanda-tanda kebesaran Allah, Nabi Muhammad SAW mendapat bekal spritualitas yang sangat kuat dalam mengemban Risalah yang diamanatkan kepada beliau. Kesedihan yang beliau alami karena meninggalnya isteri tercinda Siti Khadijah, dan paman beliau Abu Thalib sehingga para ahli sejarah menamakannya “Tahun Duka Cita” (‘amul-huzni), menjadi terhibur dengan peristiwa Isra’ Mikraj ini. Dan beliau mendapatkan spirit baru dalam melaksanakan tugas kerasulannya.
- Adapun tujuan yang lain adalah: Allah hendak menyerahkan sesuatu yang sangat penting, yaitu Shalat Lima Waktu. Pentingnya Shalat Lima Waktu itu, terlihat dengan cara penyerahannya secara langsung dari Allah kepada baginda Rasulullah, dan di tempat khusus yang bernama Sidratil Muntaha.
Banyak keistimewaan yang dimiliki ibadah Shalat, di antaranya:
- Shalat merupakan bentuk pengabdian (cara beribadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa) yang paling sempurna, meliputi:
- Penghormatan tertinggi yang diungkapkan dengan mengangkat kedua tangan sambil mengucapkan kalimat Takbir, merupakan bentuk penghormatan sekaligus kepasrahan diri kepada Sang Pencipta. Hal ini tergambar dalam Takbiratul-Ihram, dan dilanjutkan dengan do’a iftitah;
- Penghambaan diri secara total, digambarkan dalam bentuk Sujud. Wajah manusia yang dianggap anggota tubuh yang sangat terhormat, rela diletakan di lantai/tanah yang dianggap hina, sambil mengucapkan kalimat tasbih, mengakui hanya Allah yang memiliki kekuasaan Yang Maha Tinggi;
- Menjaga hubungan dengan sesama makhluk Tuhan, tergambar dalam bentuk salah satu rukun shalat “Salam” isyarat menebar keselamatan.
- Shalat mencegah perbuatan keji dan munkar;
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ (٤٥)
Artinya “ “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut: 45).
Dalam konteks memelihara diri dari perbuatan keji dan munkar inilah pelaksanaan shalat dibagi menjadi 5 (lima) waktu, bukan satu waktu sekaligus, hal ini dimaksudkan agar manusia yang mempunyai sifat lupa, senantiasa diingatkan ketika mulai lupa dengan berjalannya waktu dari waktu shubuh, ke waktu zhuhur, dari waktu zhuhur ke waktu ashar, dari waktu ashar ke maghrib, dan dari maghrib ke isya secara terus menerus, sehingga seseorang yang menjaga shalat yang lima waktu tersebut senantiasa terhubung, selalu ingat dengan Sang Khaliq yang akan menjaganya dari perbuatan keji dan munkar. Itulah antara lain sebabnya, kenapa shalat ditetapkan waktu-waktunya, sebagaimana firman Allah:
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا (١٠٣)
Artinya: “….. Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS. An-Nisa’: 103),
Nah, kalau ternyata orang yang shalat masih melakukan perbuatan keji dan munkar pastilah shalatnya belum benar. Oleh karena itu pentingnya mengilmui shalat kita, termasuk wudhu yang menjadi salah satu syaratnya sahnya shalat. Hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
لا يقبل الله الصلاة احدكم اذا احدث حتى يتوضا
Artinya: Tidak diterima Allah shalat kalian jika kalian berhadats (tidak berwudhu), sehingga kalian berwudhu (terlebih dahulu). (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Tarmidzi).
Tuan Guru Syech Muhammad Arsyad Al-Banjari dalam kitab beliau yang sangat populer “Sabilal Muhtadin” mengajarkan cara wudhu yang benar, bahkan setiap membasuh anggota wudhu yang kita lakukan ada do’anya.
Perintah ber-wudhu sebelum shalat Allah tegaskan dalam surat Al-Ma’idah ayat 6 sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, …. (QS. Al-Maidah: 6).
Seluruh anggota tubuh yang menjadi rukun wudhu adalah perintah Allah SWT secara tauqifi kepada Rasulullah SAW, dan kalau kita kaji dan amati pastilah seluruh anggota wudhu tersebut memiliki makna intrinsik yang perlu digali sesuai tujuan wudhu untuk kebersihan dan kesucian.
Dimulai dari Membasuh Muka/Wajah. Di bagian wajah kita ada mulut, hidung, dan mata yang sering berbuat dosa, karena itu perlu dijaga dan dibersihkan. Membersihkan mulut dengan berkumur-kumur makna intrinsiknya adalah kita ingin membersihkan dan mensucikan dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh mulut dan lisan kita agar terjaga, sehingga cenderung mengatakan perkataan yang baik dan selalu berzikir menyebut asma Allah. Maka ketika berkumur-kumur do’a yang diajarkan adalah:
اَلَّلهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Artinya: “Ya Allah tolonglah aku agar bisa selalu mengingatMu dan memperbaiki ibadah kepadaMu”.
Membersihkan hidung, do’anya:
اَللَّهُمَّ أَرِحْنِىْ رَاءِحَةَ الْجَنَّة
Artinya: “Ya Allah ciumkan kepadaku wanginya sorga”.
Ketika membasuh wajah, kita memohon termasuk kelompok orang-orang yang putih wajahnya di saat hari kiamat nanti. Sebab, pada hari kiamat manusia ada yang hitam wajahnya (meski di dunia dia berwajah putih alias glowing), dan ada yang berwajah putih (meski wajahnya saat di dunia berkulit hitam). Allah berfirman:
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ
بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ (١٠٦) وَأَمَّا الَّذِينَ ابْيَضَّتْ وُجُوهُهُمْ فَفِي رَحْمَةِ اللَّهِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (١٠٧)
Artinya: “Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): “Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu”. Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga), mereka kekal di dalamnya”. (QS. Ali ‘Imran : 106-107)
Maka diajarkan do’a saat membasuh muka adalah :
اَللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِى يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدَّ وُجُوْهُ
Artinya: “Ya Allah putihkan wajahku pada hari (kiamat) ada wajah-wajah yang putih berseri, dan ada wajah-wajah yang hitam muram”.
Begitu pula ketika membasuh tangan, karena tangan merupakan organ tubuh yang sangat penting. Banyak pekerjaan penting yang dilakukan tangan, dan tidak jarang kesalahan besar diperbuat tangan. Oleh karena itu sayogyanya tangan harus dibersihkan lahir dan bathin. Wudhu mengisyaratkan itu. Nanti pada hari kiamat catatan amal perbuatan manusia diserah terimakan dengan tangan, sebagaimana firman Allah:
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ (٧)فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا (٨) وَيَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُورًا (٩)وَأَمَّا مَنْ
أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ (١٠)فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا (١١)وَيَصْلَى سَعِيرًا (١٢)إِنَّهُ كَانَ فِي أَهْلِهِ مَسْرُورًا (١٣)
Artinya: “Adapun orang yang diberikan kitabnya (catatan amal perbuatan) dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Dan adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”, dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan kaumnya (yang sama-sama kafir). (QS. Al-Insyiqaq: 7-13).
Maka ketika membasuh tangan kanan hingga siku do’anya adalah:
اَللَّهُمَّ أَتِيْنِىْ كِتَابِىْ بِيَمِيْنِىْ وحَاسِبْنِىْ حِسَابًا يَسِيْرًا
Artinya: “Ya Allah berikan catatan amal perbuatanku dari sebelah kanan, dan hisablah aku dengan mudah”
Dan ketika membasuh tangan kiri hingga siku, do’anya adalah:
وَلاَ أَتِيْنِىْ كِتَابِىْ بِسِمَالِىْ وَلَا مِنْ وَرَاْءِ ظَهْرِىْ
Artinya: “Ya Allah jangan berikan catatan amal perbuatanku dari sebelah kiri dan(jangan pula) dari belakang”.
Adapun do’a ketika membasuh/mengusap sebagian kepala adalah:
اَللَّهُمَّ حَرِّم ْ شَعْرِىْ وَبَصَرِىْ مِنِ النَّارِ
Artinya: “Ya Allah haramkan rambut dan kulitku dari api neraka”.
Di antara anggota tubuh yang disunnahkan untuk dibasuh dalam ber-wudhu adalah telinga, karena telinga merupakan anggota tubuh yang penting, sering mendengarkan nasehat agama tapi tidak diikuti dengan perbuatan, hanya masuk telinga kiri keluar telinga kanan, bahkan senang mendengarkan gosip, ghibah, dan kata-kata kotor. Allah mengingatkan dalam firmanNya:
وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ قَالُوا سَمِعْنَا وَهُمْ لا يَسْمَعُونَ (٢١)
Artinya: “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang (munafik) vang berkata “Kami mendengarkan, padahal mereka tidak mendengarkan. (QS. Al-Anfal: 21).
Oleh karena itu, do’a yang dimohonkan saat membasuh kedua telinga adalah:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِىْ مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ
Artinya: “Ya Allah jadikan aku termasuk orang yang mau mendengarkan seruan yang baik, dan mau mengikutinya.
Selanjutnya do’a ketika membasuh kedua kaki hingga mata kaki adalah:
اَللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمِىْ يَوْمَ تَذُوْلَ فِيْهِ الْأَقْدَامِ
Artinya: “Ya Allah kokohkan kakiku pada hari goyahnya semua kaki (manusia).
Rukun wudhu yang terakhir adalah Tertib, artinya membasuh anggota wudhu dilakukan secara berurutan (sesuai urutan yang terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 6). Setelah selesai disunnahkan berdo’a sebagai berikut:
أَشْهَدُ اَنْ لَّا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهٌ وَرَسُوْلُهُ, اَللَّهُمَّ أجْعَلْنِىْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِىْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِى مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
Artinya: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad hambaNya dan RasulNya. Ya Allah jadikan aku termasuk orang-orang bertaubat, jadikan aku orang-orang yang suci, dan jadikan aku hambaMu yang shalih.
Begitulah rangkaian wudhu yang memiliki makna intrinsik kebersihan dan kesucian lahir dan batin, karena akan mengerjakan shalat, menghadap Yang Maha Suci, Allah SWT.
Bersamaan dengan memperingati Isra Mi’raj 1444 H, semoga kita bisa meningkatkan kualitas shalat kita, dimulai dari wudhu yang merupakan salah satu syarat sahnya shalat. Shalat akan mencegah dari perbuatan keji dan munkar, dan merupakan mi’rajnya orang-orang yang beriman.
اَلصَّلَاةُ مِعْرَجُ الْمُؤْمِنُ
“Shalat itu mi’rajnya orang beriman”.
Shalat dapat meninggikan derajat orang-orang yang beriman seolah-olah dia mi’raj, dinaikan derajatnya oleh Allah SWT ke tempat yang terhormat. Amin.
*Salah seorang Ketua BP4 Pusat, Dosen UIN & PTIQ Jakarta.