Oleh  DR. H. A. JURAIDI, MA 

Islam mengatur tata kehidupan individu, keluarga, masyarakat, dan bangsa agar tercipta kemaslahatan bersama. Di antara syariat Islam berkaiatan masalah  keluarga dan sosial adalah ajaran tentang ‘iddah.

Pengertian ‘iddah ialah  masa menunggu yang diwajibkan kepada perempuan yang dicerai oleh suaminya dan ia sudah dicampuri, atau istri yang ditinggal mati suaminya baik sudah dicampuri ataupun belum.

Menurut Imam Ibn Mandzhur dalam  Lisan al-‘Arab, dinamakan ‘iddah karena dia mencakup bilangan hari yang pada umumnya dihitung oleh istri dengan quru’ (suci dari haidh atau haidh) atau dengan bilangan beberapa bulan. Sementara Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam Kitab al-Islam wa ‘Adillatuhu menjelaskan bahwa’iddah adalah sebuah nama bagi suatu masa yang telah ditetapkan oleh agama sebagai masa tunggu bagi seorang perempuan setelah perpisahan baik berpisah lantaran ditinggal mati atau diceraikan suaminya, dan di saat itu ia tidak diperbolehkan menerima pinangan, menikah, atau menawarkan diri kepada laki-laki lain untuk menikahinya hingga masa ‘iddahnya selesai.

Masa iddah karena kematian suami

Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang ketentuan ‘iddah bagi perempuan, sebagai berkut:

  1. Istri yang haidnya masih aktif masa ‘iddahnya 3 kali quru” (3 kali suci / haidh)

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ وَلا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلاحًا وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (٢٢٨)

 Artinya:  “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ (suci/haidh)), tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. al-Baqarah: 228) 

  1. Istri yang ditinggal mati oleh suaminya, masa ‘iddahnya 4 bulan 10 hari 

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (٢٣٤)

Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka  menurut yang patut. Allah Mengetahui apa yang kamu perbuat. (QS. al-Baqarah: 234).

  1. Istri yang belum dicampuri tidak ada masa ’iddahnya

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلا (٤٩)

Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut’ah (pemberian yang menyenangkan hati mereka), dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya. (QS. al-Ahzab: 49).

  1. Istri yang sudah tidak haidh lagi atau belum pernah haidh masa ‘iddahnya 3 bulan

وَاللائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللائِي لَمْ يَحِضْنَ

 Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang tidak haih lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haidh ….”. (QS. al-Thalaq: 4). 

  1. Istri yang hamil atau ditinggal mati dalam keadaan hamil masa ‘iddahnya sampai mereka melahirkan.

وَأُولاتُ الأحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا (٤)

Artinya: “….. dan perempuan-perempuan yang hamil, masa iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”. (QS. al-Thalaq: 4).

Sedemikian pentingkah ‘iddah itu sehingga Al-Quran begitu rinci menjelaskannya? Dari berbagai hasil penelitian, iddah itu ternyata sangat penting dalam memurnikan status keturunan (hifzhu al-nasl). Di antara penelitian tersebut adalah yang dilakukan oleh seorang pakar genitika (ilmu tentang gen dan segala aspeknya) yang bernama Robert Guilhem di Albert Einstain College, dia mendeklarasikan masuk Islam setelah mengetahui hakikat empiris ilmiyah dan kemukjizatan Al-Quran tentang penyebab penentuan masa ‘iddah bagi perempuan yang dicerai suaminya dengan masa ‘iddah tsalatsata quru’ (tiga kali suci/haidh) seperti yang diatur dalam Al-Quran Surat al-Baqarah/2: 228. Robert Guilhem  adalah orang yang mendedikasikan usianya untuk melakukan penelitian tentang sidik pasangan laki-laki terhadap perempuan yang digauli (disetubuhinya). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa sidik / jejak rekam seorang laki-laki  akan hilang setelah 3 (tiga) bulan. Persetubuhan suami isteri akan meninggalkan sidik (rekam jejak) pada diri perempuan.  Rekam jejak tersebut baru perlahan-lahan hilang 25 sampai 30 persen setiap bulan kalau pasangan tersebut tidak melakukan hubungan suami-isteri. Setelah 3  (tiga) bulan barulah sidik (rekan jejak) tersebut hilang secara keseluruhan, sehingga bagi perempuan yang dicerai siap menerima sidik laki-laki lain.

Hasil penelitian tersebut mendorongnya meneliti suatu perkampungan muslim di Afrika. Dari penelitiannya dia menemukan setiap wanita hanya memiliki rekan jejak sidik pasangannya saja. Sementara penelitiannya di tempat perkampungan nonmuslim di Amerika membuktikan wanitanya  banyak yang memiliki jejak sidik beberapa laki-laki. Hal ini membuktikan bahwa wanita non muslim disana melakukan hubungan intim selain pernikahannya yang sah. Yang paling mengejutkan lagi dan membuatnya masuk Islam setelah dia meneliti isterinya sendiri, dan ternyata isterinya mempunyai tiga rekam jejak sidik laki-laki, dan hanya satu dari tiga anaknya yang berasal dari dirinya. Penelitian Robert Guilhem tersebut telah menegaskan dalam dirinya bahwa hanya Islam-lah yang benar-benar menjaga kehormatan dan martabat perempuan serta menjaga keutuhan kehidupan sosial. Temuan Robert Guilhem ini juga dimuat dalam sebuah buku yang berjudul Keajaiban Sains karangan Muhammad Yusuf bin Abdurrahman yang dterbitkan Diva Perss.

Demikian mengagumkannya hasil penelitiam seperti ini yang mengungkap dan membuktikan kemukjizatan Al-Quran di Abad Modern, padahal ketika Al-Quran diturunkan belum ada ilmu pengetahuan manusia mengenai genitika (ilmu tentang gen dan segala aspeknya), hal ini semakin membuka wawasan kita bahwa Al-Quran turun untuk memberi pedoman bagi kehidupan manusia di segala zaman dan tempat (shalihun li kulli zaman wa makan).

*Salah seorang Ketua BP4 Pusat, Dosen UIN & PTIQ Jakarta.

 

Bagikan ke: