A. Pengertian Infaq

Membelanjakan harta dalam bahasa Al-Quran digunakan istilah INFAQ. Kata infaq terambil dari akar kata: (أنفق – ينفق – إنفاقا) yang bermakna mengeluarkan atau membelanjakan harta. Berbeda dengan yang sering kita pahami dengan istilah infaq yang selalu dikaitkan dengan sejenis sumbangan atau donasi, istilah infaq dalam bahasa Arab sesungguhnya masih sangat umum, bisa untuk kebaikan tapi bisa juga digunakan untuk keburukan.

Intinya, berinfaq itu adalah membayar dengan harta, mengeluarkan harta dan membelanjakan harta. Tujuannya bisa untuk kebaikan, donasi, atau sesuatu yang bersifat untuk diri sendiri, atau bahkan keinginan dan kebutuhan yang bersifat konsumtif, semua masuk dalam istilah infaq.

Kalau kita rinci lagi, istilah infaq itu bisa diterapkan pada banyak hal:

1.Membelanjakan Harta

لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Anfal: 63).

2. Memberi Nafkah

Kata infaq ini juga berlaku ketika seorang suami membiayai belanja keluarga atau rumah tangganya. Dan istilah baku dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan nafkah. Kata nafkah tidak lain adalah bentukan dari kata infaq. Dan hal ini juga disebutkan di dalam Al-Quran :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (QS. An-Nisa’ : 34)

Jadi ketika seorang suami memberikan gaji kepada istrinya, pada hakikatnya dia juga sedang berinfaq.

3. Mengeluarkan Zakat

Dan kata infaq di dalam Al-Quran kadang juga dipakai untuk mengeluarkan harta zakat atas hasil kerja dan panen hasil bumi.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الأَرْضِ

Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah zakat sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. (QS. Al-Baqarah : 267).

4. Orang beriman dalam berinfaq tidak kikir dan tidak boros

Sikap moderat hamba-hamba Allah yang beriman terlihat dalam mereka membelanjakan hartanya, yaitu tidak boros dan tidak kikir. Jadi dermawan adalah sikap pertengahan antara dua sikap ektrim (boros dan kikir), sebagaimana firman Allah:

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”. (QS. A;-Furqan: 67).

Jadi kesimpulannya, istilah infaq itu sangat luas cakupannya, bukan hanya dalam masalah zakat atau sedekah, tetapi termasuk juga membelanjakan harta, memberi nafkah bahkan juga mendanai suatu hal, baik bersifat ibadah atau pun bukan ibadah. Termasuk yang halal atau yang haram, asalkan membutuhkan dana dan dikeluarkan dana itu, semua termasuk dalam istilah infaq.

B. Infaq Fi Sabilillah

Ketika yang dimaksud dengan infaq adalah infaq yang baik dan untuk jalan kebaikan, Al-Quran tidak menyebutnya dengan istilah infaq saja, tetapi selalu menambahinya dengan keterangan, yaitu dengan kata fi sabilillah (في سبيل الله).

Maka tidak cukup hanya disebut infaq saja, sebab infaq saja baru sekedar mengeluarkan harta. Coba perhatikan ayat-ayat berikut ini :

وَأَنفِقُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

“Dan belanjakanlah di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah : 195).

Ayat di atas memerintahkan agar kita orang-orang beriman membelanjakan harta di jalan Allah yaitu untuk hal-hal yang bermanfaat, mendatangkan kemaslahatan kepada masyarakat, jangan membelanjakan harta untuk hal-hal yang akan menjatuhkan nilai-nilai kemanusiaan kita sehingga kita akan binasa, misalnya orang-orang yang membelanjakan uangnya untuk membeli khamar, minuman keras, yang membuat dia mabok, sehingga melupakan Allah, dan lupa terhadap keberadaan dirinya sendiri. Apalagi membelanjakan harta untuk narkoba, sama hal nya menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan.

Orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah akan mendapat imbalan dan tidak akan dizhalimi dan dikurangi sedikitpun. Allah berjanji:

وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لاَ تُظْلَمُونَ

“Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya”. (QS. Al-Anfal : 60).

Bahkan, dijanjikan imbalan berlipat-ganda, seperti petani menanam sebiji padi lalu tumbuh tujuh bulir, pada setiap bulir menghasilkan seratus biji. Allah berfirman:

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS.Al-Baqarah: 261).

C. Perbedaan Infaq, Zakat, Dan Shadaqah

Di dalam Al-Qur’an memang tidak ada perbedaan istilah antara zakat, infaq dan sedekah. Karena Al-Qur’an seringkali menggunakan kata “sedekah” yang sebenarnya dimaksudkan adalah “zakat” sebagaimana tercantum Surat Attaubah ayat 103:

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

“Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah/9:103).

Demikian pula penyebutan “infaq” terhadap perintah “zakat” seperti tertulis dalam surat Al Baqarah/2: 267 :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infaqkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya, kecuali dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah/2:267).

Namun demikian dalam banyak hadits ternyata ada makna yang menjelaskan perbedaan dari ketiga istilah tersebut (zakat, infaq dan sedekah). Kemudian, apa sebenarnya perbedaan dari ketiganya? Berikut adalah penjelasan sekilas mengenai perbedaan antara zakat, infaq dan sedekah:

ZAKAT. Menurut bahasa, ditilik dari bahasa Arab, kata zakā, yang berarti suci, tumbuh dan berkembang. Dengan makna tersebut (yakni “suci, tumbuh dan berkembang”), menurut Ibnu Hajar Al ‘Asqalani sesuai tinjauan syariat, maka itulah yang akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan pada harta (termasuk pula dalam perdagangan – pertanian), dan pahala yakni membersihkan atau mensucikan. Sedangkan menurut terminologi syariah, zakat berarti sebagian harta yang wajib diserahkan kepada orang-orang tertentu (mustahiq). Definisi zakat juga tertuang dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Disebutkan pada Pasal 1, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariah Islam, yakni 8 golongan (ashnaf), merujuk pada firman Allah dalam Surat At-Taubah ayat 60 :

 

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

 

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At-Taubah/9:60).

Zakat terbagi menjadi dua yaitu : (1) Zakat Fitrah dan Zakat Mal. Zakat Fitrah adalah zakat yang wajib dibayarkan oleh setiap orang Islam (baik laki laki maupun perempuan, tua maupun muda, kaya maupun miskin, merdeka atau hamba sahaya) sejumlah 1 Sha’ atau senilai 3,5 liter atau 2,5 kilogram (ukuran tergantung jenis) bahan makanan pokok, pada bulan suci Ramadan. (2) Zakat Mal adalah harta yang wajib dikeluarkan seorang muslim dari rizeki yang diperolehnya, baik melalui profesi, usaha pertanian, perniagaan, hasil laut, pertambangan, harta temuan, hasil ternak, emas, dan perak dengan besaran (nisab) yang telah ditentukan dan waktu dimiliki penuh selama setahun (haul).

INFAQ. Dari sisi etimologi, infaq berasal dari kata anfaqa yang yang bermakna mengeluarkan atau membelanjakan harta. Menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan Islam (seperti: menafkahi keluarga, membantu dana untuk yatim piatu, fakir, miskin, menyumbang untuk operasional masjid, atau menolong orang yang terkena musibah).

Sifat hukum dari infaq, menurut beberapa pendapat adalah Pertama, Fardlu ‘Ain yakni berlaku dalam hal menafkahi anak, isteri dan orang yang dalam tanggungannya (keluarga); Kedua, Fardlu Kifayah, yaitu suatu kewajiban bagi sekelompok orang untuk melaksanakan perintah Allah SWT sesuai ketentuan syariat, namun bila sudah dilaksanakan oleh seseorang atau beberapa orang maka kewajiban ini gugur. Misal: mengisi uang ke kotak amal untuk operasional dan perawatan masjid adalah infaq, bukan sedekah. Amalan itu hukumnya fardlu kifayah. Sebab bila tidak ada yang menyumbang maka kegiatan masjid tidak jalan, dan hal itu menjadi tanggung jawab masyarakat sekitar masjid, semuanya berdosa; Ketiga, Sunnah yakni pemberian sesuatu (materi) kepada siapapun tanpa ada ketentuan wajib atau syarat-syarat khusus yang mengaturnya.

Jika zakat ada nishabnya, infaq tidak mengenal nishab. Allah memberi kebebasan kepada pemiliknya untuk menentukan waktu dan besaran harta yang dikeluarkannya sebagai cerminan kadar keimanan seseorang. Dalam Al-Qur’an perintah Infaq ditujukan kepada setiap orang yang bertaqwa, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah dalam Al Quran Surat Ali Imran ayat 134:

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah Menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.

SEDEKAH. Sedekah secara bahasa, berasal dari kata “shidqoh” (bahasa Arab) yang artinya “benar”. Menurut tafsiran para ulama, orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Jadi, sedekah adalah perwujudan sekaligus cermin keimanan. Pengertian dari sisi terminologi, sedekah berarti pemberian sukarela kepada orang lain (terutama kepada orang-orang miskin) yang tidak ditentukan jenis, jumlah maupun waktunya. Sedekah tidak terbatas pada pemberian yang bersifat material saja tetapi juga dapat berupa jasa yang bermanfaat bagi orang lain. Bahkan senyum yang dilakukan dengan ikhlas untuk menyenangkan orang lain termasuk kategori sedekah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: فتبسمك فى وجه أخيك صدقة

Adapun sifat hukum dari sedekah adalah sunah, yaitu suatu amalan yang apabila diamalkan (dikerjakan) akan mendapatkan pahala dan apabila tidak diamalkan (ditinggalkan) tidak mendapatkan dosa.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, infaq merupakan harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum, sedangkan sedekah ialah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa infaq terbatas hanya menyisihkan harta, sementara sedekah bisa berupa harta atau yang tidak meliputi harta. Seperti Hadist riwayat Bukhari, Nabi Muhammad bersabda:كل معروف صدقة yang artinya setiap kebaikan adalah sedekah.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa, berbeda dengan Zakat yang ditentukan nisabnya, Infaq dan sedekah tidak memiliki batas. Zakat ditentukan siapa saja yang berhak menerimanya sedangkan Infaq dan sedekah boleh diberikan kepada siapa saja yang membutuhkannya.

D. Hikmah Zakat, Infaq dan Shadaqah

Membersihkan harta benda dan diri. Di dalam tujuan zakat fitrah ialah untuk membersihkan jiwa (diri) dari sifat keji, kikir, pelit, rakus, dan tamak. Dan pada zakat benda (mal) hikmahnya ialah menyucikan jiwa juga membersihkan harta benda yang kita miliki yang telah mencapai nishab (batas harta wajib mengeluarkan zakat), karena pada harta yang kita miliki apabila sudah mecapai nishab maka ada hak mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) dan harus kita keluarkan sebesar 2,5 %, sehingga setelah mengeluarkan zakat maka harta yang kita miliki kembali bersih dan sudah tidak ada hak orang lain di dalamnya.

Mendapatkan pahala dan kemuliaan di sisi Allah SWT, karena zakat, infaq dan sedekah merupakan perintah Allah yang disebutkan di dalam Al-Qur’an, artinya merupakan suatu kewajiban bagi kita untuk melaksanakan kewajiban tersebut, sama halnya pada shalat, jika kita melaksanakan kewajiban maka in sya Allah mendapatkan pahala dan kemuliaan di sisi Allah SWT.

Memunculkan rasa persaudaraan antara sesama. Mengapa demikan? Karena dalam prakteknya zakat, infaq dan sedekah diberikan kepada mustahiq (orang yang berhak menerima) artinya, bagi para mustahik mereka amat merasa terbantu atas zakat, infaq dan sedekah yang di berikan dan pada akhirnya timbul rasa persaudaraan antar sesama.

Menjadi amalan yang pahalannya tidak putus (sedekah jariyah)

sebagaimana dijelaskan dalam hadist Nabi Muhammad SAW yang sangat populer, artinya: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terpuuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631).

Menjadi jalan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial, juga mencegah munculnya

kejahatan karena kemiskinan. Sebab kefakiran terkadang menghantarkan orang kepada kekufuran ) كاد الفقر ان يكون كفرا). Zakat, Infaq dan Sedekah yang diberikan kepada orang yang membutuhkan (mustahik) selain karena telah ditentukan dalam Al-Qur’an dan juga dengan maksud agar para mustahik tersebut bisa merasakan kesejahteraan dari zakat, infaq dan sedekah yang diterima, sehingga orang-orang miskin merasa terbantu dan tidak bertindak kriminal dengan sesama.

Sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT sekaligus ungkapan rasa syukur atas semua yang telah diberikan bentuk ketaatan ini muncul karena seorang hamba menjalankan kewajiban atas apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT. Dan rasa syukur timbul bagi orang yang mengeluarkan zakat, infaq dan sedekah karena selalu merasa cukup (qanaah). Bersyukur atas apa yang mereka miliki sehingga sadar untuk mengeluarkan harta yang menjadi hak orang lain dalam harta yang kita miliki.

Agar tidak ada penyesalan setelah kita meninggal dunia nanti, seperti sudah digambarkan Allah dalam Al-Quran surat Al-Munafiqun ayat 10 sebagai berikut:

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ

وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?”

Bulan Ramadan merupakan waktu sangat tepat untuk menunaikan zakat, berinfaq, dan bersedekah sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya: “Seutama-utama sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan”. Di samping pahalanya yang dilipatgandakan, juga ada hikmah lain berupa dihapusnya dosa dan kesalahan, sebagaimana disebutkan dalam hadist riwayat At-Tirmidzi, yang artinya: “Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api”.

 

Bagikan ke: