Nama Nabi Ibrahim disebutkan sebanyak 69 kali dalam Al-Quran, dalam 24 Surah. Nama Ibrahim juga diabadikan menjadi nama salah satu surah dalam Al-Quran yaitu Surat ke-14 (Surat Ibrahim). Nabi Ibrahim disebut juga sebagai Abul-Anbiya’ (bapaknya para nabi) karena ada 19 keturunan beliau menjadi Nabi dari 25 Nabi yang disebutkan dalam Al-Quran. Bahkan beliau juga digelari Bapak Tauhid karena sebelum mendapatkan wahyu tentang siapakah Tuhan yang sebenarnya, beliau sudah berupaya menggunakan akal sehatnya berpikir tentang Tuhan.
Dalam pengembaraan intelektual sekaligus spritualnya Nabi Ibrahim hampir saja menuhankan bintang, bulan, dan matahari. Untunglah Allah memberikan bimbingan, bahwa Tuhan itu adalah yang menciptakan segala sesuatu, sebagaimana yang diceritakan dalam Al-Quran surat Al-An’am ayat 74-78. Akhirnya beliau mendapat wahyu lalu berkata:
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (٧٩)
Artinya: “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan”. (QS. Al-An’am: 79).
Ucapan Nabi Ibrahim ini diabadikan Allah dalam Al-Quran, dan dijadikan ikrar/bacaan sebagian dari do’a Iftitah kita dalam shalat.
Allah menyuruh kita menjadikan Nabi Ibrahim sebagai teladan, sebagaimana firmanNya;
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (١٢٠) شَاكِرًا لأنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (١٢١) وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ (١٢٢)
Artinya: ‘Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif, dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). (121). Dia yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.(122) dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh”. (QS. An-Nahl: 120-122).
Ayat di atas menegaskan bahwa dalam diri Ibrahim terdapat teladan. Bukankah hanya Nabi Ibrahim yang kita sebut dalam shalat, selain Nabi Muhammad SAW. Do’a/shalawat yang kita baca untuk Nabi Muhammad dalam tasyahud dirangkaikan dengan menyebut nama Nabi Ibrahim.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ , كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمَ , وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ , كَمَا بَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اَلِ اِبْرَاهِيْمَ , فىِ الْعَالَمِيْنَ. اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
“Ya Allah berilah shalawat kepada Nabi Muhammad beserta keluarga Habi Muhammad, sebagaimana Engkau telah beri shalawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Dan berikanlah keberkahan kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah beri keberkahan kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim di alam semesta ini, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji”.
Posisi terhormat Nabi Ibrahim juga diindikasikan dengan beragam predikat yang Allah berikan, di antaranya:
Pertama, Nabi Ibrahim sangat disayang Allah sehingga dijuluki sebagai Khalilullah (kekasih Allah), hal ini diabadikan dalam Al-Quran surat an-Nisa’i ayat 125:
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلا (١٢٥)
Artinya: “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya”
Kedua, Nabi Ibrahim adalah manusia pilihan terbaik (Al-Musthafa), sebagaimana firman Allah:
وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الأيْدِي وَالأبْصَارِ (٤٥) إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ (٤٦) وَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الأخْيَارِ (٤٧)
Artinya: “Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik”. (QS. Shaad/38: 47)
Ketiga, Nabi Ibrahim adalah termasuk salah satu nabi yang dijuluki “Ulul-Azmi” karena keteguhan hati yang dimilikinya. Adapun para Nabi yang masuk dalam kelompok ‘Ulul-Azmi adalah Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad SAW. Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad dan kita para pengikut setianya untuk meneladani ketabahan hati para Ulum-Azmi, sebagaimana firmanNya:
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ (٣٥)
Artinya: “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari Rasul-Rasul telah bersabar, dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka, mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak ada yang dibinasakan, melainkan kaum yang fasik (tidak taat kepada Allah)”. (QS. Al-Ahqaf: 35).
Keempat, Nabi Ibrahim seorang yang visioner, berpikir tentang masa depan di dunia dan di akhirat, karena itulah beliau menginginkan adanya generasi penerus setelah beliau wafat, agar tetap ada manusia yang mengagungkan dan menyembah Allah di muka bumi ini. Maka beliau memohon kepada Allah agar dikaruniai keturunan yang shaleh. Hal ini tergambar dalam do’a yang dipanjatkan beliau:
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (١٠٠) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ (١٠١)
Artinya: Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (QS. As-Shaffat: 100 – 101).
Do’a Nabi Ibrahim dikabulkan Allah, beliau dikaruniai seorang anak yang penyantun (gulamin halim). Akan tetapi, setelah Ismail dilahirkan di Babilonia (Irak), Allah menguji dengan memerintahkan Nabi Ibrahim, untuk menempatkan Ismail dan Siti Hajar di lembah Makkah, yang gersang dan tandus, tanpa ada pepohonan, sebagai penghuni pertama negeri itu, dan bertempat tinggal di sekitar Ka’bah, sebagaimana diabadikan dalam Al-Quran Surah Ibrahim ayat 37:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ (٣٧)
Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”. (QS. Ibrahim: 37).
Do’a Nabi Ibrahim ini pun dikabulkan Allah. Keturunan beliau orang-orang yang menyembah Allah. Allah jadikan setiap hati orang yang beriman pastilah merasa cenderung, dan rindu ingin datang ke Mekkah untuk mengunjungi Ka’bah, Baitullah. Dan meskipun Makkah Al-Mukarramah daerah yang tergolong tandus tapi setiap saat berbagai macam buah-buahan ada disana.
Kelima, ajaran Nabi Ibrahim diabadikan Allah dalam syariat Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Ibadah qurban yang kita lakukan setiap Idul Adha, merupakan pengabadian perbuatan Nabi Ibrahim yang diperintah Allah menyembelih puteranya Ismail untuk menguji keimanan beliau yang sangat mencintai anak semata wayang beliau saat itu. Ternyata Nabi Ibrahim lulus dalam ujian yang sangat berat itu, sehingga Allah ganti Ismail dengan seekor sembelihan yang besar(kibasy). Allah berfirman:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (١٠٢)فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (١٠٣)وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (١٠٤)قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١٠٥)إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ (١٠٦)وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (١٠٧)
Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku (diperintah) menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail a.s., maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kibasy). Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya ibadah qurban yang dilakukan pada setiap Idul Adha. Nah, mampukah kita mengorbankan sesuatu yang kita cintai karena Allah?
Begitu pula dalam prosesi ibadah haji ada kegiatan melempar jumrah, merupakan simbol mengusir syaitan yang menggoda Nabi Ibrahim, Hajar, dan Ismail saat akan melaksanakan perintah Allah, dan syaitan juga akan selalu menggoda manusia dalam melakukan ketaatan kepada Allah, karena syaitan merupakan musuh yang nyata bagi manusia:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (٢٠٨)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan (kaaffah), dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al-Baqarah: 208).
Di dalam Masjidil-Haram ada Ka’bah (Baitullah) yang dipugar oleh Nabi Ibrahim dan putera beliau Nabi Ismail, sehingga diabadikan bekas telapak kaki beliau yang dinamakan Maqam Ibrahim, juga ada Hijir Ismail menjadi tempat yang mustajab untuk berdo’a. Dalam prosesi ibadah haji juga ada kegiatan Sa’i yaitu menapaktilasi perbuatan Siti Hajar yang berusaha mencari air untuk anaknya Ismail yang kehausan, sampai tujuh kali pulang pergi dari bukit Shafa ke bukit Marwah, dan akhirnya air keluar justru dari lonjakkan kaki bayi Ismail, berserulah Siti Hajar, “zamzami-zamzami – berkumpullah-berkumpullah”, itulah sejarah ditemukannya Air Zamzam untuk pertama kali. Puaslah perasaan Siti Hajar, karena air yang sangat ia perlukan untuk menyambung kehidupan telah didapatkan meski bukan dari hasil usahanya secara langsung, tapi dari karunia Allah.
Secara bahasa, Sa’i artinya usaha. Shafa artinya suci. Dan Marwah artinya puas. Jadi, setiap sa’i (usaha) yang dilakukan dengan niat shafa (suci), maka in sya Allah berakhir dengan marwah (kepuasan). Itulah hikmah, lesson learn, pelajaran berharga yang bisa kita petik dari prosesi Sa’i yang dilakukan jama’ah haji.
Dalam syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW banyak sekali ajaran yang menapaktilasi ajaran yang dibawa Nabi Ibrahim. Hal ini nampak sekali benang merah antara ajaran Islam dengan ajaran yang pernah dibawa oleh para Nabi dan Rasul terdahulu, terlebih lagi ajaran yang dibawa oleh Nabi Ibrahim. Semoga hal ini akan menambah keimanan kita untuk mengamalkan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya. Aamiin.