Oleh H.A. JURAIDI MALKAN, MA – Dosen UIN & PTIQ Jakarta, Ketua BP4 Pusat
Setiap tanggal 10 November kita peringati sebagai “Hari Pahlawan”. Kata Pahlawan menurut ahli bahasa berasal dari kata Pahala, dan Wan, artinya orang yang memiliki pahala. Bukan hanya memiliki tapi juga terbanyak pahalanya. Sebab para pahlawan adalah orang yang ikhlas mengorbankan segala yang mereka miliki berupa harta benda, tenaga, bahkan nyawanya untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga pantaslah mereka termasuk orang yang paling banyak pahalanya.
Disamping banyak pahalanya, para pahlawan juga termasuk orang-orang yang terbanyak silaturrahimnya. Bukankah di masa penjajahan silaturrahim (tali kasih sayang) itu terputus, dan sengaja diputus oleh pihak penjajah dengan politik depede et-impera, politik adu domba dan memecah belah untuk mengekalkan jajahannya. Nah, dengan perjuangan para pahlawan-lah kemerdekaan dapat direbut kembali, sehingga di alam kemerdekaan tali kasih sayang bisa berkembang, dan silaturrahim bisa terhubung kembali, bahkan dari generasi ke generasi. Jadi, mereka para pahlawan adalah orang-orang yang terbanyak silaturrahimnya. Pantaslah mereka dipanjang umurnya, meskipun mereka telah gugur ratusan tahun yang lalu, namun seolah-olah mereka tetap hidup, selalu diingat, dikenang dan dido’akan. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ اَرَادَ اَنْ يَبْسُطَ فِىْ رِزْقِهِ وَاَنْ يٌنْسَأَ فِى اَثارِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Siapa yang ingin diluaskan rezekinya, dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahim”.
Di dalam Al-Quran ada ayat yang menjelaskan tentang kelompok manusia yang dianggap tidak mati ini, meskipun mereka sudah wafat. Allah berfirman:
وَلا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لا تَشْعُرُونَ (١٥٤)
Artinya: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”. (QS. Al-Baqarah: 154).
Di dalam Surat Ali ‘Imran ayat 169 Allah berfirman :
وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ (١٦٩)
Artinya: “Dan janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup, disisi Tuhannya dengan mendapat rezki”.
Kedua ayat di atas memberikan pemahaman kepada kita bahwa ada kelompok manusia yang walaupun mereka telah wafat, tetapi mereka sesungguhnya tidak mati dan tetap hidup, di sisi Tuhan mereka senantiasa mendapat rezeki.
Pertanyaannya, siapakah mereka? Mengapa dianggap tetap hidup, bahkan senantiasa mendapat rezeki? Lalu, bisakah kita masuk dalam kelompok mereka?
Mereka adalah orang-orang yang gugur di jalan Allah, yaitu para syuhada, orang-orang yang mati syahid dalam peperangan memperjuangkan tegaknya kebenaran, mempertahankan keyakinan, membela hak hidup umat manusia, membela tanah air, kedaulatan bangsa dan negaranya. Dalam konteks Indonesia, para pahlawan kusuma bangsa, pejuang perebut kemerdekaan dari penjajah, in sya Allah masuk dalam kelompok ini.
Dalam pembahasan fikih tentang orang-orang mati syahid, tidak hanya yang gugur di medan perang, tetapi termasuk orang-orang yang meninggal fi sabilillah, dalam mengabdi dan memperjuangkan bidang pendidikan, kesehatan, kemiskinan, keterbelakangan dan sebagainya. Nah, dalam konteks ini kita punya harapan termasuk orang-orang gugur di jalan Allah.
Mereka tidak mati, bahkan tetap hidup. Yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan di sisi Allah, dan hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana keadaan hidup itu.
Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar ketika menafsirkan ayat tersebut di atas, mengatakan bahwa yang tidak pernah mati itu adalah nilai-nilai yang mereka perjuangkan berupa kebenaran, keadilan dan kebajikan, selamanya akan tetap hidup, dan akan selalu diteruskan oleh generasi pejuang selanjutnya sampai kapan pun.
Dalam peradaban kita, memang ada kelompok yang kita anggap selalu hidup, tidak pernah kita lupakan. Secara kolektif dalam kehidupan berbangsa kita menyepakati adanya “Hari Pahlawan”, setiap tahun kita peringati, sehingga seolah mereka para pahlawan itu selalu hidup, meskipun sudah puluhan bahkan ratusan tahun yang silam mereka telah wafat. Dan dalam peringatan itu kita berdo’a bersama. Do’a yang kita panjatkan itulah rezeki bagi mereka di sisi Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Kalau demikian, kita bisa menjadi seperti pahlawan, atau setidaknya mengikuti jejak para pahlawan dengan memiliki atau melakukan dua substansi tersebut, yaitu:
Pertama, berupaya memiliki pahala kebajikan sebanyak mungkin dengan meningkatkan keikhlasan untuk berkorban dengan harta benda, tenaga, bahkan nyawa jika diperlukan untuk itu.
Kedua, berupaya menyambung dan menebar silaturrahim, segala aktifitas kita harus berorientasi pada tersebarnya kasih sayang. Sebagai apapun kita, terlebih jika kita diamanahkan sebagai pejabat atau pemimpin yang bisa membuat kebijakan yang membuat tali kasih sayang berkembang di antara orang-orang yang kita pimpin.
Dengan demikian, kita akan menjadi “pahlawan” yang selalu dikenang oleh orang-orang yang hidup setelah kita wafat nanti. Dan Allah-pun pasti akan melimpahkan rezeki dari sisiNya melalui do’a-do’a yang dipanjatkan orang-orang yang hidup setelah kita secara terus menerus sepanjang masa.
Itulah kehidupan yang indah, kehidupan yang berkualitas, kehidupan yang tetap produktif meskipun kita telah wafat. Semoga kita termasuk kelompok tersebut.
Selamat memperingati “Hari Pahlawan”. Allahu A’lam.